Selasa, 12 November 2013

Bagaimanakah Karate Itu?


Di Okinawa, sebuah seni bela diri yang sangat misterius namun niscayah telah datang kepada kita. Diceritakan bahwa orang yang mampu menguasai tekniknya dapat dengan gampang membela diri tanpa bantuan senjata sekaligus dapat melakukan atraksi yang luar biasa: anda bisa pecahkan beberapa papan kayu tebal dengan tinjunya, atau bingkai ruangan “admin: kusen pintu atau jendela” dengan sebuah tendangan.

Dengan shuto “tangan pisau” dia dapat membunuh seekor kambing dengan serangan tunggal. Menghancurkan paha kuda dengan tangan terbuka anda. anda dapat menyeberangi ruangan dengan bergelantungan di balok kayu dan langit-langit dengan jarinya. Menghancurkan batang bambu hijau dengan tangan kosong. Memutuskan sebuah tali yang kuat dengan sekali tarikan atau menghancurkan batu dengan tangannya.

Beberapa hal yang misterius dan ajaib tersebut menjadi inti dari Karate-do. Tetapi atraksi seperti itu hanyalah bagian kecil dari karate. Sama seperti ujian menebas dalam kendo (seni pedang Jepang). Dan adalah keliru jika menganggap Karate-do tidak lebih dari ini.

Kenyataannya, Karate-do sejati lebih banyak menitik beratkan pada aspek spiritual daripada masalah fisik. Karate-do sejati adalah seperti ini: Di dalam kesehariannya pikiran dan tubuh dilatih dan dikembangkan dalam semangat kerendahan hati. Dan di saat-saat kritis mereka akan mengeluarkan segenap kemampuannya demi keadilan.


KARA

Karate-do adalah seni bela diri yang asal-usulnya berasal dari Okinawa. Walaupun di masa lalu sempat diragukan dengan tinju Cina karena menggunakan huruf Cina “kara” di namanya yang paling depan. Kenyataannya, selama ratusan tahun para ahli di Okinawa telah melatih dan menyempurnakannya sehingga menjadi sebuah seni bela diri terpadu seperti yang terlihat pada hari ini.Karena itu jelaslah bahwa Karate-do adalah seni bela diri Okinawa.

Seseorang bisa jadi bertanya-tanya kenapa huruf Cina “kara” digunakan sampai begitu lama. Seperti yang telah disebutkan di bagian “Perkembangan Karate-do,” saya percaya saat itu pengaruh budaya Cina sedang mencapai puncaknya di Jepang. Banyak ahli bela diri mengadakan perjalanan ke Cina demi berlatih Tinju Cina.

Dengan pengetahuan barunya mereka mengubah seni bela diri yang sudah ada yang kemudian disebut dengan Okinawa-te. Mereka mengganti hal-hal yang kurang sesuai, menambahkan nilai-nilai yang baik kedalamnya, dan menjadikannya sebagai seni yang lebih baik. Diduga mereka juga menyebut “kara” (masih dengan huruf Cina) dengan nama yang baru.   

Karena saat itu di Jepang kebanyakan orang terpesona dengan budaya asing, tidak sulit dibayangkan tingginya penghargaan pada budaya Cina selama periode itu di Okinawa. Bahkan saat penulis masih muda, tidak adanya perabot buatan Cina di rumah keluarga yang terpandang akan menjadi masalah serius untuknya dalam bermasyarakat. Atas dasar inilah alasan menggunakan huruf Cina “kara” yang lebih bermakna “Cina” muncul sebagai sebuah fakta yang unik.    

Karena mengikuti tradisi, penulis di masa lalu terus menggunakan huruf Cina. Namun demikian, karena sering membingungkan dengan Tinju Cina, dan kenyataan bahwa seni bela diri Okinawa telah menjadi bagian dari seni bela diri Jepang, menggunakan huruf lama “kara” terkesan merendahkan dan tidak lagi sesuai. Berdasarkan alasan inilah – di samping banyaknya protes – penulis telah meninggalkannya dan mengganti dengan huruf “kara” yang baru.  


MAKNA DARI KARA

Arti pertama untuk “kara” membuktikan bahwa karate adalah sebuah teknik yang memungkinkan seseorang membela diri dengan tinju dan tangan kosong tanpa senjata.

Kedua, sama seperti cermin bersih yang memantulkan bayangan tanpa sebab, atau lembah kosong yang mengeluarkan gema suara. Jadi orang yang belajar Karate-do harus membersihkan diri dari sifat egois dan pikiran jahat. Hanya dengan pikiran dan hati yang jernih dia dapat memahami apa yang diterimanya. Ini adalah arti lain dari elemen “kara” dalam Karate-do.

Berikutnya, dia yang belajar Karate-do harus selalu berusaha rendah hati dan lemah lembut. Walau demikian, ketika dia memutuskan untuk membela keadilan, maka dia harus membuktikan keberanian seperti pepatah,” Sekalipun ada sepuluh juta musuh, aku akan maju!” Demikianlah, dia ibarat batang bambu hijau yang bersih (kara) dalam hatinya, jujur, tidak egois, ramah dan bijaksana. Arti ini juga terkandung pada elemen “kara” dalam Karate-do.    

Akhirnya, dalam hal yang paling mendasar, bentuk alam semesta ini adalah kekosongan (kara) dan kekosongan adalah bentuk itu sendiri. Begitu banyak seni bela diri: judo, kendo, sojitsu (teknik tombak), bojitsu (teknik tongkat) dan lain-lain. Namun pada tingkat yang paling dasar semuanya sama dengan Karate-do.

Tidaklah berlebihan jika dikatakan tujuan mendasar Karate-do adalah sama dengan semua seni bela diri. Berisi adalah kekosongan, kekosongan adalah berisi itu sendiri. “Kara” pada Karate-do juga mempunyai arti ini. (Indoshotokan)

Sabtu, 02 November 2013

Melatih Power Speed Pukulan

Melatih Power Speed Pukulan




Pada tingkat awal, jurus pertama yang diperkenalkan dalam Karate adalah Tsuki (pukulan). Cukup banyak jenis pukulan yang diberikan, mulai dari pukulan lurus (choku tsuki) , Pukulan pisau tangan (Shuto Uchi), pukulan melebar U (Yama tsuki), pukulan tinju ke atas (Tate Tsuki) dan lain-lain. Jenis pukulan akan semakin bertambah banyak pada tingkatan selanjutnya. Dalam tahap pemulaan pukulan, hal pertama yang diberikan pelatih adalah bagaimana memukul dengan betul, dimulai dari cara menggenggam, perputaran gerakan, posisi tangan ketika memukul dan juga cara penyaluran tenaganya. Setelah bentuk dari pukulan betul maka masuk ketingkat berikutnya yaitu meningkatkan kekuatan, kecepatan serta ketepatan dalam mempergunakan pukulan dalam berjurus “KATA” maupun bertanding “KOMITE”.
     Melatih pukulan sebenarnya bukan sesuatu yang susah, karena struktur tangan yang pendek dan sendi yang sangat elastik sehingga tidak memerlukan senam khusus untuk membuat tangan menjadi lentur, hal ini sangat berbeda ketika melatih tendangan karena perlu senam khusus untuk mendapatkan kelenturan. Beberapa hal penting ketika melatih pukulan adalah nggenggamlah dengan betul, karena sering sekali hal ini kurang diperhatikan. Jika anda terbiasa mengendurkan genggangam, sehingga tenaga lebih banyak terletak di lengan maupun di tungkai tangan. Bahaya lain dari kebiasaan tidak mengggenggam dengan baik adalah ketika memukul dalam turgul akan mengalami cidera, misalnya jari keseleo atau tangan bengkak karena tidak kuat menahan benturan. Tahap kedua setelah dapat melakukan pukulan dengan betul adalah melatih kekuatan. Sebagai alat tambahan untuk menambah kekuatan pukulan bisa juga dipakai:
1.    Sandsack, berupa target yang diisi dengan bubuk kayu atau potongan karet.
2.    Beras/gabah, pasir atau bahkan pasir panas, alat ini digunakan untuk tingkat lanjutan dengan tujuan untuk memperkuat jari tangan, sehingga ketika menggunakan jurus yang memerlukan cakar, jari, tapak dan lain-lain akan tetap dahsyat hasilnya.
3.    Lilin yang juga bisa dijadikan target keberhasilan pukulan, pukullah lilin dari jarak sekitar 5 cm, apabila lilin padam maka pukulan kita sudah lumayan baik, dan untuk seterusnya tambahkan jarak pukulan dari lilin, dari 5cm, menjadi 7 cm, 10 cm dan seterusnya.
4.    Kayu/papan (Makiwara), yaitu satu papan kayu berukuran 4 x 4 inci dengan panjang 8 kaki yang ditanam ke dalam tanah kira 3 s/d 4 kaki, dengan target menggunakan bantalan jerami, atau bantalan yg diisi busa padat dan dilapisi oleh kalaf atau kulit yang tebalnya sekitar 2 inci. Catatan: Seorang pemula dalam Karate sebaiknya berlatih memukul Makiwara, dari berbagai posisi (Seiken, uraken, hiji, shuto), minimal 100 kali perhari. Setelah tiga sampai enam bulan berlatih, sebaiknya ditingkatkan sampai rata-rata 300 kali perhari dengan berbagai posisi. Jika anda terus berlatih dengan cara ini setiap hari selama setahun, anda akan cukup kuat untuk memukul jatuh siapapun dengan mudah dengansatu pukulan. Latihan ini akan mengembangkan tenaga (power), kecepatan(speed) dan kekuatan (strength); bagaimanapun, ini hanyalah salah satu metode latihan dalam Karate. Cara ini telah lama dipakai oleh para Master-master Karate terdahulut erutama oleh Master Ginchin Funakoshi pendiri aliran karate shotokan, tetapi lain halnya dengan Master Masutatsu Oyama pendiri aliran Karate Kyokushinkai ia merasa latihan dengan menggunakan Makiwara adalah bukan suatu cara metoda latihan yang terbaik. Berikut adalah kutipan dari pernyataan Oyama dalam bukunya “ what is karate” terbitan tahun 1963:” Saya telah melakukan metode ini (memukul makiwara) untuk melatih kepalan tangan saya selama 20 tahun, memukul rata-rata300 kali perhari. Sebelumnya saya merasa sangat bangga dengan ukuran dan kekerasan dari ‚kapalan2’ yg terbentuk di kepalan saya, apalagi kapalan2 itudapat dipukul dengan palu tanpa saya merasa sakit. Ini adalah fakta bahwa, pukulan dari kepalan tangan saya sangatlah kuat sekali. Saya mengikuti metode2 tersebut karena „Master Karate“ terdahulu, berlatih dengan cara tersebut. Akhir2 ini, bagaimanapun, saya mulai percaya bahwa metode ini bukanlah yang terbaik, dan sebenarnya terbukti menghasilkan tenaga yang lebih sedikit dibandingkan metode2 lain. Saya percaya bahwa saya dapat menjadi seseorang yg jauh lebih kuat dari sekarang ini apabila saya mengadopsi metode2 yang lebih masuk akal dalam latihan. Sungguh, latihan memukul Makiwara berguna untuk memperkuat pergelangan dan kepalan; bagaimanapun, saya telah menemukan bahwa latihan dengan memukul sesuatu yang keras akan memperlambat pengembangan kecepatan. Saya tergerak untuk mengembangkan suatu metode latihan baru dimana bukannya Makiwara, melainkan sebuah spon tebal yang digunakan. Training dengan spon tidak hanya mengembangkan kekuatan pergelangan, tapi kecepatan akan meningkat pula. Metode yang sama dapat digunakan juga untuk latihan Tendangan. Cara lain untuk meningkatkan kecepatan adalah menusuk dan memukul dengan kepal tangan pada selembar kertas yang tergantung. Manfaat dari metode ini akan ditunjukkan lewat contoh berikut. Saya memilih dua orang murid, dan meminta salah satunya untuk berlatih dengan kertas yang digantung. Sementara murid lainnya berlatih dengan Makiwara dengan cara yang biasa. Setahun kemudian, saya membandingkan mereka. Murid yang berlatih dengan Makiwara, memang, nampak terlihat sebagai seorang Karateka sejati, dengan kapalan di kepalannya. Namun, dalam percobaan memecahkan genteng, batu dan papan, keduanya sama kuat. Keduanya berhasil memecahkan sepuluh buah genteng, batu dan papan dengan ketebalan yang sama. Dalam pandangan saya, murid yang berlatih dengan memukul kertas jauh lebih gesit dalam pergerakannya (body movement), dan tangannya lebih cepat, mengungguli murid yang satunya. Diantara banyak orang yang berlatih karate, beberapa menganggap dirinya sebagai Karateka papan atas, hanya karena mereka mempunyai kepal tangan yang ada kapalannya, hasil latihan dengan Makiwara. Mereka bangga pada kekerasan kepalannya dan berusaha mengatur-atur yg lain dalam ber-Karate. Sedihnya, saya menemukan orang-orang tersebut, khususnya di Amerika.”
5.    Kertas yang digantung seperti yang dilakukan Master Masutatsu Oyama di atas.
Tahapan ketiga adalah melatih kecepatan, dalam tahap ini biasakan melatih pukulan dengan cara beruntun, dimulai dari dua kali beruntun , tiga kali dan semakin lama semakin banyak pukulan beruntun. Dalam tahap ini juga sudah mengkombinasikan sasaran pukulan maupun jenis pukulan, sasaran bawah tengah atas dan jenis pukulan lurus. Dengan cara melatih kecepatan dan variasi pukulan seperti ini maka lawan susah untuk menghindar atau menangkis pukulan kita. Cara sederhana untuk melatih kecepatan pukulan adalah dengan cara push-up dengan genggaman di samping badan bukan di depan pundak, push up ini harus dilakukan dengan agak cepat layaknya melakukan pukulan pada posisi yang betul.

Jumat, 01 November 2013

cara memakai sabuk karate dan maknanya



CARA MEMAKAI SABUK
Dalam pemakaian sabuk tidak boleh dipandang kecil, sabuk yang dimaknakan sama dengan derajat (hirarki) dalam Karate yang membedakan antara karate baru latihan dengan karateka telah dulu mengikuti latihan. Disebelah itu penampilan seorang karateka dapat mempresentasikan tingkat penguasaan terhadap ilmu karate yang dia pelajari juga dapat dilihat  dari warna sabuknya. Menggunakan sabuk karate dengan baik ialah tanda bahwa seorang karateka memiliki semangat yang tinggi dan pernghormatan yang tinggi terhadap ilmu karate itu sendiri
Keterangan :
  1. Bagi dua ditengah-tangah sabuk, dan lengketkan ditengah-tengah badan.
  2. Putar kedua cabang sabuk tersebut kebelakang dan Tarik kedua cabang sabuk tersebut ke depan kembali.
  3. Masukan sabuk yang sebelah kanan (yang berada diatas cabang sabuk sebelah kiri)ke dalam kedua libatan sabuk tersebut.
  4. Naikkan sabuk yang sebelah kiri (yang berada dibawah cabang sabuk sebelah kanan) ke atas.
  5. Masukan sabuk yang sebelah kiri kedalam (ikat kedua cabang sabuk tersebut).
  6. Kencangkan ikatan sabuk tersebut.





SABUK PUTIH (Shirobi): menunjukkan kebersihan dan kesucian. Kebersihan dan kesucian ini ialah kondisi awal dari pemula untuk menerima dan mengolah hasil latihan dari guru masing-masing. Artinya berkembang atau tidaknya karateka ini tergantung dari apa yang diberikan oleh
senpai atau sensei mereka. Kemudian, setelah materi atau nilai Karate telah disampaikan sesuai dengan apa yang seharusnya, selanjutnya tanggung jawab ada pada masing-masing individu.
SABUK KUNING (Kirobi) : menunjukkan warna matahari yang diibaratkan bahwa karateka telah melihat (hari baru) dimana dia telah mampu memahami semangat Karate, berkembang dalam karakter kepribadiannya dan juga teknik yang telah dipelajari. Sabuk kuning juga ialah tahapan
terakhir dari seorang “raw beginner” dan biasanya sudah mulai belajar tahapan-tahapan gerakan kumite bahkan ada juga yg mulai turun di suatu turnamen.
SABUK HIJAU (Modoriobi): Sabuk ini merepresentasikan warna rumput dan pepohonan. Pemegang sabuk hijau ini sudah harus mampu memahami dan menggali lebih dalam lagi segala sesuatu yang berkaitan dengan karate seiring dengan bertumbuhnya semangat dan teknik gerakan yang sudah
dikuasainya. Sifat dari warna hijau ini adalah pertumbuhan dan harmoni. Dengan demikian seorang karateka sabuk hijau diharapkan dalam proses pertumbuhannya mulai bisa memberikan harmoni dan keseimbangan bagi lingkungan.
SABUK BIRU (Aiobi) : Warna sabuk ini menunjukkan samudera dan langit. Artinya karateka harus mempunyai semangat luas seperti angkasa dan sedalam samudera. Karateka harus sudah mampu memulai berani untuk menghadapi tantangan yang dihadapinya dengan semangat
tinggi dan berfikir bahwa proses latihan adalah sesuatu yang menyenangkan dan bisa merasakan manfaat yang didapatkan. Karateka harus sudah bisa mengontrol emosi dan berdisiplin.
SABUK COKLAT (Chaobi) : Warna sabuk ini dilambangkan dengan tanah. Sifat warna ini adalah stabilitas dan bobot. Artinya seorang karateka pemegang sabuk coklat mulai dari tingkatan kyu 2 sampai 1 harus bisa memberikan kestabilan sikap, kemampuan yang lebih dari pemegang sabuk di
bawahnya, dan juga sikap melindungi bagi junior-juniornya. Selain itu, sikap yang harus dimiliki adalah sikap menjejak bumi (down to earth) dan rendah hati pada sesama.

SABUK HITAM (Dan) : Warna hitam sendiri menunjukkan keteguhan dan sikap kepercayaan diri yang diawali pada nilai kebaikan universal. Warna sabuk ini menjadi idaman bagi setiap karateka untuk mendapatkannya. Namun, di balik semua prestise sabuk hitam terdapat tanggung jawab besar
dari karateka. Pada tahap ini, pemegang sabuk hitam mulai dari Dan 1 sampai selanjutnya sebenarnya baru memasuki tahap untuk mendalami karate yang lebih mendalam. Teknik maupun penguasaan makna hakiki dari kebaikan nilai karate sudah harus menjadi bagian dari karateka. (penggambaran Gichin Funakohsi).
Sebagian perguruan Karate di Indonesia, menggunakan sistem peringkat selain sabuk yakni kyu, ada beberapa perbedaan ketika sabuk biru ( kyu 4 ) mengikuti ujian kenaikan sabuk coklat. Ada yang turun kyu dari kyu 4 menjadi kyu 3,5. Di perguruan lain ada yang langsung dari kyu 4 menjadi kyu 3. Dengan demikian, bagi sebagian perguruan Karate di Indonesia ada yang menerapkan ujian kenaikan sabuk coklat sebanyak 4 kali ( 2 tahun atau 4 semester ) sampai mendapat kyu 1.
Namun bagi sebagian yang lain, bisa hanya sampai 1,5 tahun atau 3 semester. Maka warna sabuk dalam Karate selain sebagai pembeda antara karateka yang baru belajar / pemula dengan yang sudah lama menekuni Karate, sabuk dipergunakan lebih luas dari itu yakni sebagai proses pendorong bagi karateka untuk terus giat belajar dan berlatih. Selain itu juga, bagaimana perbedaan sabuk ini justru menjadi dorongan bagi semua karateka untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

TIPS MEMBELI BAJU KARATE


 Tips membeli baju karate:

Hal perlu yang harus diingat adalah ukuran dari seragam karate. Ukuran langsung harus sesuai dengan ukuran tinggi badan dari karate, dan ini adalah kriteria pertama. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah berat badan, panjang lengan dan kaki. Jahukan konsumen yang sangat pas di toko, karena mungkin akan menyusut setelah dicuci beberapa kali. Jika Anda konsumen  yang sedikit lebih besar, itu akan pas dengan sempurna setelah digunakan dan dicuci beberapa kali.
Perlu di ingat juga pada karateka di bagi dalam 2 fungsi pertama, yakni  untuk Kata dan  untuk Kumite, Pada Gi untuk Kata harus berbahan dasar kasar dan tebal karena gesekan pada yang terjadi pada permainan seni kata  akan menimbulkan suara yang akan meningkatkan performa karateka itu sendiri, sedangkan  pada karateka Kumite jahukan konsumen yang tebal dan kasar karena akan menambah beban dan mengganggu pergerakan pada saat melakukan serangan atau pada saat mengjahukan atau menangkis serangan.
Pembeli juga harus teliti dalam memilih celana karena celana terpertama bagian selangkangan rawan robek oleh karena itu diusahakan dibagian selangkangan agak lebar. Perlu diingat juga pada baju harus ada tali disisi kanan dan kiri dogi yang fungsinya agar baju kita tetap rapi karena bila hanya ada salah satu sisi saja biasanya kita akan selalu kerepotan untuk merapikannya.